The Marrakesh Treaty to Facilitate Access to Published Works for Persons who are Blind, Visually Impaired, or otherwise Print Disabled
Perjanjian Marrakesh disetujui pada tanggal 27 Juni 2013 setelah lebih dari seminggu diperdebatkan dengan sengit oleh para perunding yang bertemu di bawah naungan World Intellectual Property Organization (WIPO), yang merupakan puncak dari tahun kerja peningkatan akses bagi penyandang disabilitas netra untuk menerbitkan karya dalam format seperti Braille, buku cetak dengan teks besar dan buku audio.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terdapat lebih dari 314 juta penyandang disabilitas netra di dunia, 90 persen di antaranya tinggal di negara berkembang. World Blind Union memperkirakan bahwa dari sejuta buku yang diterbitkan di seluruh dunia setiap tahun, kurang dari 5 (lima) persen yang dibuat dalam format yang dapat diakses penyandang disabilitas netra.
Senin, 30 September 2013
Senin, 16 September 2013
Principles of Recovery Oriented Mental Health Practice
From the perspective of the individual with mental illness, recovery means gaining and retaining hope, understanding of ones abilities and disabilities, engagement in an active life, personal autonomy, social identity, meaning and purpose in life, and a positive sense of self. It is important to remember that recovery is not synonymous with cure. Recovery refers to both internal conditions experienced by persons who describe themselves as being in recovery—hope, healing, empowerment and connection—and external conditions that facilitate recovery—implementation of human rights, a positive culture of healing, and recovery-oriented services. (Jacobson and Greenley, 2001 p. 482)
The purpose of principles of recovery oriented mental health practice is to ensure that mental health services are being delivered in a way that supports the recovery of mental health consumers.
The purpose of principles of recovery oriented mental health practice is to ensure that mental health services are being delivered in a way that supports the recovery of mental health consumers.
Tools and Open Ended Learning Environments
Oleh: Santi Utami Dewi
A. Pendahuluan
Bab ini akan berbeda dengan bab-bab metodologi sebelumnya, dilihat dari tiga aspek. Pertama, jenis software yang didiskusikan dalam bab ini lebih variatif dan lebih sulit untuk pelabelannya dibanding metodologi-metodologi sebelumnya. Walaupun ada beberapa kesamaan dengan simulasi, games, atau hipermedia, tetapi tetap lebih sulit untuk diklasifikasikan. Beberapa mempunyai tujuan khusus, seperti untuk pembelajaran geometri, sedangkan yang lainnya mempunyai tujuan yang sangat umum, seperti untuk membantu dalam pembelajaran atau penulisan. Beberapa lainnya khusus untuk tujuan pendidikan; yang lainnya lebih umum, seperti spreadsheet dan dapat diadaptasi untuk digunakan dalam lingkungan pembelajaran.
Kedua, kebanyakan tipe software yang didiskusikan dalam bab ini merefleksikan sebuah pendekatan belajar mengajar yang lebih konstruktivis. Program-programnya menekankan pada pembelajaran dengan pencarian, eksplorasi, membangun sesuatu (membuat benda), menciptakan model, menyelesaikan masalah-masalah yang komplek, dan dengan pengajaran sesuatu terhadap pembelajar komputer dan lainnya.
Ketiga, kami tidak mendaftar dan menganalisa faktor-faktor peralatan dan lingkungan belajar open-ended, sebagaimana yang kami lakukan terhadap metodologi lainnya. Mereka terlalu bervariasi untuk menjadi sebuah kemungkinan. Paling banyak, diaplikasikan faktor-faktor umum yang didiskusikan di bab 3, fokus terhadap desain layar, desain motivasi, dan sebagainya.
A. Pendahuluan
Bab ini akan berbeda dengan bab-bab metodologi sebelumnya, dilihat dari tiga aspek. Pertama, jenis software yang didiskusikan dalam bab ini lebih variatif dan lebih sulit untuk pelabelannya dibanding metodologi-metodologi sebelumnya. Walaupun ada beberapa kesamaan dengan simulasi, games, atau hipermedia, tetapi tetap lebih sulit untuk diklasifikasikan. Beberapa mempunyai tujuan khusus, seperti untuk pembelajaran geometri, sedangkan yang lainnya mempunyai tujuan yang sangat umum, seperti untuk membantu dalam pembelajaran atau penulisan. Beberapa lainnya khusus untuk tujuan pendidikan; yang lainnya lebih umum, seperti spreadsheet dan dapat diadaptasi untuk digunakan dalam lingkungan pembelajaran.
Kedua, kebanyakan tipe software yang didiskusikan dalam bab ini merefleksikan sebuah pendekatan belajar mengajar yang lebih konstruktivis. Program-programnya menekankan pada pembelajaran dengan pencarian, eksplorasi, membangun sesuatu (membuat benda), menciptakan model, menyelesaikan masalah-masalah yang komplek, dan dengan pengajaran sesuatu terhadap pembelajar komputer dan lainnya.
Ketiga, kami tidak mendaftar dan menganalisa faktor-faktor peralatan dan lingkungan belajar open-ended, sebagaimana yang kami lakukan terhadap metodologi lainnya. Mereka terlalu bervariasi untuk menjadi sebuah kemungkinan. Paling banyak, diaplikasikan faktor-faktor umum yang didiskusikan di bab 3, fokus terhadap desain layar, desain motivasi, dan sebagainya.
Laporan Field Trip Republika On Line
Oleh: Santi Utami Dewi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Medòë adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Sadiman et al., 2006: 6). Sedangkan belajar adalah suatu proses yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dari bayi sampai ke liang lahat nanti.
Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan. Pesan, sumber pesan, saluran/media dan penerima pesan adalah komponen-komponen proses komunikasi. Pesan yang akan disampaikan adalah isi ajaran atau didikan. Sumber pesannya bisa guru, penulis, atau produser media. Salurannya adalah media pembelajaran/pendidikan dan penerima pesannya adalah bisa siswa, guru, atau masyarakat secara umum.
Media pembelajaran mempunyai peran yang strategis dalam menentukan keberhasilan pembelajaran itu sendiri. Kesalahan dalam pemilihan media akan berakibat pada tidak sampainya pesan yang disampaikan melalui pembelajaran tersebut. Dengan kata lain, peran media pembelajaran sebagai alat komunikasi dari pemberi pesan kepada penerima pesan, sangat ditentukan oleh karakteristik media pembelajaran itu sendiri.
Media pembelajaran sangat beraneka ragam. Secara garis besar, media pembelajaran dibagi atas tiga macam, yaitu: (1) media visual, (2) media audio, dan (3) media audio visual (Anitah, 2010: 2). Tetapi seringkali kita mendengar istilah multimedia. Multimedia diartikan sebagai penggunaan berbagai jenis media secara berurutan maupun simultan untuk menyajikan suatu informasi. Multimedia saat ini sinonim dengan format computer-based yang mengombinasikan teks, grafis, audio, bahkan video ke dalam satu penyajian digital tunggal dan koheren (Anitah, 2010: 57).
Kemajuan teknologi pun berpengaruh terhadap pemilihan dan pengembangan media pembelajaran. Seiring dengan munculnya teknologi-teknologi baru, maka pemilihan dan pengembangan media pembelajaran pun semakin beragam. Namun teknologi baru tidak selalu baru; tergantung kepada perkembangan teknologi sebelumnya dan aplikasinya (Burton, 2005: 198).
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media pembelajaran adalah jangkauan media itu sendiri terhadap sasaran warga belajar. Dengan menggunakan multimedia yang menggunakan teknologi internet, jangkauan menjadi lebih luas. Hal ini sangat berguna sekali untuk mencapai warga belajar yang tersebar luas di berbagai tempat.
Web yang merupakan bagian dari internet, merupakan sebuah alat dan metode dalam penyampaian materi pembelajaran dan instruksi. (Alessi and Trolip, 2001: 372). Lebih tepatnya, web merupakan metodologi untuk pengembangan lingkungan belajar, yang didesain dengan menggunakan metodologi hipermedia yang merupakan metodologi untuk lingkungan pembelajaran konstruktivis.
Media massa online adalah salah satu alternatif media pembelajaran bagi masyarakat yang mampu menjangkau warga belajar yang tersebar di berbagai tempat. Salah satu media massa online yang ada di Indonesia adalah Republika On Line.
Untuk memperdalam pengetahuan mengenai media pembelajaran, maka pada tanggal 1 Desember 2010, penulis beserta mahasiswa peserta mata kuliah Media Pembelajaran lainnya melakukan kunjungan ke kantor redaksi Republika On Line sebagai salah satu media massa yang digunakan sebagai media pembelajaran multimedia berbasis web dan hipermedia bagi masyarakat luas.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Medòë adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Sadiman et al., 2006: 6). Sedangkan belajar adalah suatu proses yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dari bayi sampai ke liang lahat nanti.
Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan. Pesan, sumber pesan, saluran/media dan penerima pesan adalah komponen-komponen proses komunikasi. Pesan yang akan disampaikan adalah isi ajaran atau didikan. Sumber pesannya bisa guru, penulis, atau produser media. Salurannya adalah media pembelajaran/pendidikan dan penerima pesannya adalah bisa siswa, guru, atau masyarakat secara umum.
Media pembelajaran mempunyai peran yang strategis dalam menentukan keberhasilan pembelajaran itu sendiri. Kesalahan dalam pemilihan media akan berakibat pada tidak sampainya pesan yang disampaikan melalui pembelajaran tersebut. Dengan kata lain, peran media pembelajaran sebagai alat komunikasi dari pemberi pesan kepada penerima pesan, sangat ditentukan oleh karakteristik media pembelajaran itu sendiri.
Media pembelajaran sangat beraneka ragam. Secara garis besar, media pembelajaran dibagi atas tiga macam, yaitu: (1) media visual, (2) media audio, dan (3) media audio visual (Anitah, 2010: 2). Tetapi seringkali kita mendengar istilah multimedia. Multimedia diartikan sebagai penggunaan berbagai jenis media secara berurutan maupun simultan untuk menyajikan suatu informasi. Multimedia saat ini sinonim dengan format computer-based yang mengombinasikan teks, grafis, audio, bahkan video ke dalam satu penyajian digital tunggal dan koheren (Anitah, 2010: 57).
Kemajuan teknologi pun berpengaruh terhadap pemilihan dan pengembangan media pembelajaran. Seiring dengan munculnya teknologi-teknologi baru, maka pemilihan dan pengembangan media pembelajaran pun semakin beragam. Namun teknologi baru tidak selalu baru; tergantung kepada perkembangan teknologi sebelumnya dan aplikasinya (Burton, 2005: 198).
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media pembelajaran adalah jangkauan media itu sendiri terhadap sasaran warga belajar. Dengan menggunakan multimedia yang menggunakan teknologi internet, jangkauan menjadi lebih luas. Hal ini sangat berguna sekali untuk mencapai warga belajar yang tersebar luas di berbagai tempat.
Web yang merupakan bagian dari internet, merupakan sebuah alat dan metode dalam penyampaian materi pembelajaran dan instruksi. (Alessi and Trolip, 2001: 372). Lebih tepatnya, web merupakan metodologi untuk pengembangan lingkungan belajar, yang didesain dengan menggunakan metodologi hipermedia yang merupakan metodologi untuk lingkungan pembelajaran konstruktivis.
Media massa online adalah salah satu alternatif media pembelajaran bagi masyarakat yang mampu menjangkau warga belajar yang tersebar di berbagai tempat. Salah satu media massa online yang ada di Indonesia adalah Republika On Line.
Untuk memperdalam pengetahuan mengenai media pembelajaran, maka pada tanggal 1 Desember 2010, penulis beserta mahasiswa peserta mata kuliah Media Pembelajaran lainnya melakukan kunjungan ke kantor redaksi Republika On Line sebagai salah satu media massa yang digunakan sebagai media pembelajaran multimedia berbasis web dan hipermedia bagi masyarakat luas.
Televisi sebagai Media Pembelajaran dalam Penyuluhan
Siaran Televisi sebagai Media Pembelajaran dalam Penyuluhan Sosial mengenai Pemberdayaan Penyandang Cacat melalui Rehabilitasi Vokasional
(Studi Kasus terhadap Program Oasis Metro TV, Episode “Terlahir Kembali”)
Oleh: Santi Utami Dewi
A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Belajar merupakan proses yang penting dalam kehidupan manusia. Karena kehidupan ini merupakan perubahan yang berkelanjutan. Apa yang manusia pelajari hari ini, belum tentu bisa dipakai untuk menjalani kehidupan esok hari. Sehingga manusia harus terus belajar, atau belajar sepanjang hayat.
Manusia harus selalu terus belajar untuk memenuhi tuntutan hidup, lingkungan masyarakat atau tuntutan zaman. Dengan belajar, manusia tidak akan lagi tertindas atau tertinggal, karena dia akan selalu bisa menyesuaikan kecepatannya dengan kecepatan perubahan di sekitar, atau dengan kata lain, dia selalu bisa berakselerasi dengan kehidupannya, dengan lingkungan atau masyarakatnya. Manusia seperti ini diharapkan menjadi manusia yang bahagia dalam menjalani kehidupannya.
Manusia dikatakan belajar, apabila terjadi perubahan dalam diri dan hidup mereka. Tentunya perubahan berupa peningkatan ke arah atau tahap yang lebih baik. Perubahan ini terjadi dalam beberapa aspek, baik aspek kognitif, afektif, konatif, ataupun motorik.
Dalam implementasinya, manusia belajar melalui sebuah proses pendidikan, baik pendidikan di lingkungan formal seperti di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, lingkungan informal seperti dalam lingkungan keluarga, dan lingkungan non-formal seperti dalam pelatihan, seminar, penyuluhan, dan lain-lain.
2. Penyuluhan sebagai pendidikan non formal
Penyuluhan merupakan sistem pendidikan non-formal untuk mengubah perilaku kelayan (warga belajar) agar sesuai dengan yang dikehendaki atau direncanakan. Tujuannya secara jangka pendek adalah untuk mengubah perilaku warga belajar, yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap mentalnya. Sedangkan secara jangka panjang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup manusia yang menjadi warga belajarnya.
Penyuluhan ini dilaksanakan di berbagai bidang,baik di bidang pertanian, kehutanan, perikanan, kesehatan, sosial, dan bidang-bidang lainnya.
3. Penyuluhan sosial
Menurut buku Pedoman Penyuluhan Sosial (Kementerian Sosial RI, 2010: 1), kegiatan penyuluhan sosial merupakan suatu proses pengubahan perilaku yang dilakukan melalui penyebarluasan informasi, komunikasi, motivasi dan edukasi oleh penyuluh sosial, baik secara lisan, tulisan, maupun peragaan kepada kelompok sasaran sehingga muncul pemahaman yang sama, pengetahuan dan kemauan guna berpartisipasi secara aktif dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Penyuluhan sosial ini terbagi ke dalam dua jenis, yaitu: (a) Penyuluhan sosial awal, sebagai proses penyebarluasan informasi program kesejahteraan sosial kepada sasaran guna menciptakan kondisi sosial yang kondusif dan memperoleh dukungan masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, dan (b) Penyuluhan sosial perkembangan, yaitu penyuluhan sosial yang diadakan setelah penyuluhan sosial awal dilakukan, yang bertujuan untuk mempertahankan, meningkatkan dan menguatkan hasil pelaksanaan program penyelenggaraan kesejahteraan sosial
Sedangkan kesejahteraan sosial itu sendiri menurut UU No. 11 tahun 2009, adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Kesejahteraan sosial ini diupayakan melalui penyelenggaraan kesejahteraan sosial, yaitu upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat, dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi: rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.
4. Penyandang cacat dan pemberdayaannya
Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-undang no. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, bahwa penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya, terdiri dari: (1) penyandang cacat fisik, (2) penyandang cacat mental, dan (3) penyandang cacat fisik dan mental.
Sebagaimana diatur dalam PP Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, bahwa salah satu upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat adalah melalui rehabilitasi. Rehabilitasi itu sendiri terdiri dari 4 (empat) macam, yaitu: (a) rehabilitasi medik, (b) rehabilitasi pendidikan, (c) rehabilitasi vokasional atau disebut juga dengan rehabilitasi pelatihan, dan (d) rehabilitasi sosial.
Dari uraian di atas, kita bisa melihat bahwa rehabilitasi vokasional merupakan salah satu program pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan sosial penyandang cacat. Dimana program tersebut harus diinformasikan kepada para penyandang cacat, khususnya dan kepada masyarakat pada umumnya. Salah satunya yaitu melalui penyuluhan sosial awal.
Penyuluhan akan berjalan lebih efektif dengan adanya bantuan media. Jangkauan sasaran penyuluhan (warga belajar) yang tersebar luas seluruh Indonesia, tidak efisien jika dilakukan dengan pendekatan individu atau kelompok secara home visit atau door to door, sehingga dilakukanlah pendekatan massal dengan menggunakan media siaran televisi nasional.
5. Program Oasis di Metro TV
Indonesia memiliki banyak stasiun televisi, baik milik pemerintah maupun swasta. Salah satunya adalah stasiun televisi Metro TV, yang merupakan salah satu stasiun televisi swasta Indonesia yang resmi mengudara sejak 25 November 2000 di Jakarta. PT Media Televisi Indonesia merupakan anak perusahaan dari Media Group, suatu kelompok usaha media yang dipimpin oleh Surya Paloh, yang juga merupakan pemilik surat kabar Media Indonesia. PT Media Televisi Indonesia memperoleh izin penyiaran atas nama "MetroTV" pada tanggal 25 Oktober 1999. Pada tanggal 25 November 2000, MetroTV mengudara untuk pertama kalinya dalam bentuk siaran uji coba di 7 kota. Pada awalnya hanya bersiaran 12 jam sehari, sejak tanggal 1 April 2001, MetroTV mulai bersiaran selama 24 jam. Stasiun TV ini pada awalnya memiliki konsep agak berbeda dengan yang lain, sebab selain mengudara selama 24 jam setiap hari, stasiun TV ini hanya memusatkan acaranya pada siaran warta berita saja. Tetapi dalam perkembangannya, stasiun ini kemudian juga memasukkan unsur hiburan dalam program-programnya.
Salah satu program yang ditayangkan di stasiun televisi ini adalah program Oasis, yang merupakan program yang menayangkan kisah-kisah inspiratif yang ada di sekitar kita. Program ini tayang setiap minggunya selama kurang lebih 30 menit.
(Studi Kasus terhadap Program Oasis Metro TV, Episode “Terlahir Kembali”)
Oleh: Santi Utami Dewi
A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Belajar merupakan proses yang penting dalam kehidupan manusia. Karena kehidupan ini merupakan perubahan yang berkelanjutan. Apa yang manusia pelajari hari ini, belum tentu bisa dipakai untuk menjalani kehidupan esok hari. Sehingga manusia harus terus belajar, atau belajar sepanjang hayat.
Manusia harus selalu terus belajar untuk memenuhi tuntutan hidup, lingkungan masyarakat atau tuntutan zaman. Dengan belajar, manusia tidak akan lagi tertindas atau tertinggal, karena dia akan selalu bisa menyesuaikan kecepatannya dengan kecepatan perubahan di sekitar, atau dengan kata lain, dia selalu bisa berakselerasi dengan kehidupannya, dengan lingkungan atau masyarakatnya. Manusia seperti ini diharapkan menjadi manusia yang bahagia dalam menjalani kehidupannya.
Manusia dikatakan belajar, apabila terjadi perubahan dalam diri dan hidup mereka. Tentunya perubahan berupa peningkatan ke arah atau tahap yang lebih baik. Perubahan ini terjadi dalam beberapa aspek, baik aspek kognitif, afektif, konatif, ataupun motorik.
Dalam implementasinya, manusia belajar melalui sebuah proses pendidikan, baik pendidikan di lingkungan formal seperti di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, lingkungan informal seperti dalam lingkungan keluarga, dan lingkungan non-formal seperti dalam pelatihan, seminar, penyuluhan, dan lain-lain.
2. Penyuluhan sebagai pendidikan non formal
Penyuluhan merupakan sistem pendidikan non-formal untuk mengubah perilaku kelayan (warga belajar) agar sesuai dengan yang dikehendaki atau direncanakan. Tujuannya secara jangka pendek adalah untuk mengubah perilaku warga belajar, yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap mentalnya. Sedangkan secara jangka panjang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup manusia yang menjadi warga belajarnya.
Penyuluhan ini dilaksanakan di berbagai bidang,baik di bidang pertanian, kehutanan, perikanan, kesehatan, sosial, dan bidang-bidang lainnya.
3. Penyuluhan sosial
Menurut buku Pedoman Penyuluhan Sosial (Kementerian Sosial RI, 2010: 1), kegiatan penyuluhan sosial merupakan suatu proses pengubahan perilaku yang dilakukan melalui penyebarluasan informasi, komunikasi, motivasi dan edukasi oleh penyuluh sosial, baik secara lisan, tulisan, maupun peragaan kepada kelompok sasaran sehingga muncul pemahaman yang sama, pengetahuan dan kemauan guna berpartisipasi secara aktif dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Penyuluhan sosial ini terbagi ke dalam dua jenis, yaitu: (a) Penyuluhan sosial awal, sebagai proses penyebarluasan informasi program kesejahteraan sosial kepada sasaran guna menciptakan kondisi sosial yang kondusif dan memperoleh dukungan masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, dan (b) Penyuluhan sosial perkembangan, yaitu penyuluhan sosial yang diadakan setelah penyuluhan sosial awal dilakukan, yang bertujuan untuk mempertahankan, meningkatkan dan menguatkan hasil pelaksanaan program penyelenggaraan kesejahteraan sosial
Sedangkan kesejahteraan sosial itu sendiri menurut UU No. 11 tahun 2009, adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Kesejahteraan sosial ini diupayakan melalui penyelenggaraan kesejahteraan sosial, yaitu upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat, dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi: rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.
4. Penyandang cacat dan pemberdayaannya
Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-undang no. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, bahwa penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya, terdiri dari: (1) penyandang cacat fisik, (2) penyandang cacat mental, dan (3) penyandang cacat fisik dan mental.
Sebagaimana diatur dalam PP Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, bahwa salah satu upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat adalah melalui rehabilitasi. Rehabilitasi itu sendiri terdiri dari 4 (empat) macam, yaitu: (a) rehabilitasi medik, (b) rehabilitasi pendidikan, (c) rehabilitasi vokasional atau disebut juga dengan rehabilitasi pelatihan, dan (d) rehabilitasi sosial.
Dari uraian di atas, kita bisa melihat bahwa rehabilitasi vokasional merupakan salah satu program pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan sosial penyandang cacat. Dimana program tersebut harus diinformasikan kepada para penyandang cacat, khususnya dan kepada masyarakat pada umumnya. Salah satunya yaitu melalui penyuluhan sosial awal.
Penyuluhan akan berjalan lebih efektif dengan adanya bantuan media. Jangkauan sasaran penyuluhan (warga belajar) yang tersebar luas seluruh Indonesia, tidak efisien jika dilakukan dengan pendekatan individu atau kelompok secara home visit atau door to door, sehingga dilakukanlah pendekatan massal dengan menggunakan media siaran televisi nasional.
5. Program Oasis di Metro TV
Indonesia memiliki banyak stasiun televisi, baik milik pemerintah maupun swasta. Salah satunya adalah stasiun televisi Metro TV, yang merupakan salah satu stasiun televisi swasta Indonesia yang resmi mengudara sejak 25 November 2000 di Jakarta. PT Media Televisi Indonesia merupakan anak perusahaan dari Media Group, suatu kelompok usaha media yang dipimpin oleh Surya Paloh, yang juga merupakan pemilik surat kabar Media Indonesia. PT Media Televisi Indonesia memperoleh izin penyiaran atas nama "MetroTV" pada tanggal 25 Oktober 1999. Pada tanggal 25 November 2000, MetroTV mengudara untuk pertama kalinya dalam bentuk siaran uji coba di 7 kota. Pada awalnya hanya bersiaran 12 jam sehari, sejak tanggal 1 April 2001, MetroTV mulai bersiaran selama 24 jam. Stasiun TV ini pada awalnya memiliki konsep agak berbeda dengan yang lain, sebab selain mengudara selama 24 jam setiap hari, stasiun TV ini hanya memusatkan acaranya pada siaran warta berita saja. Tetapi dalam perkembangannya, stasiun ini kemudian juga memasukkan unsur hiburan dalam program-programnya.
Salah satu program yang ditayangkan di stasiun televisi ini adalah program Oasis, yang merupakan program yang menayangkan kisah-kisah inspiratif yang ada di sekitar kita. Program ini tayang setiap minggunya selama kurang lebih 30 menit.
Pembelajaran Sosial dan Individual
Oleh: Santi Utami Dewi
Disarikan dari buku:
Communication for Rural Innovation: Rethinking Agricultural Extension. Chapter 9.
Cees Leeuwis, 2003
Pembelajaran- adalah bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Kita semua bertindak dan menerima umpan-balik dari lingkungan kita, yang pada gilirannya akan membimbing kita untuk mengadaptasi kognisi kita. Ini merupakan bentuk pembelajaran –yang dibedakan dari kegiatan pendidikan terpisah dan pengajaran- yang sangat krusial dalam konteks pendidikan orang dewasa (lihat juga Jarvis, 1987; Blum, 1996; Merriam & Caffarella, 1999) dan intervensi komunikasi. Mungkin berguna untuk diingat di sini bahwa, dalam proses perubahan dan inovasi, pembelajaran muncul dan/atau dituntut dalam berbagai ‘bidang (fronts)’
Untuk mencapai tujuan inovasi secara nyata, jelas bahwa ‘pembelajaran individual’ saja tidak cukup, tetapi diperlukan pembelajaran yang simultan dari para stakeholder yang saling terkait; karenanya, dalam rangka mencapai praktik yang koheren, semua pemangku kepentingan perlu mengembangkan kerjasama untuk saling melengkapi dan berbagi pemahaman mengenai ‘learning fronts’ sebagai dasar tindakan yang terkoordinasi secara efektif. Untuk ini, beberapa penulis telah mengistilahkannya dengan menggunakan terminologi ‘pembelajaran sosial’ (Dunn, 1971; Friedmann, 1984; Roling, 2002; Woodhill, 2002). Rolling (2002) menjelaskan ‘pembelajaran sosial’ sebagai sebuah mekanisme untuk mencapai masa depan yang diharapkan, dan sebagai sebuah ‘cara ketiga untuk menyelesaikan sesuatu’ yang berdiri secara kontras tajam terhadap instrumen mode pemikiran (Lihat Bab 4) yang mendasari intervensi teknologi konvensional dan ekonomi neo-klasik (Leeuwis & Pyburn, 2002; Roling, 2002). Lebih spesifik lagi, Rolling mendefinisikan pembelajaran sosial sebagai ‘pergeseran dari kognisi beragam kepada kognisi yang kolektif atau terdistribusi’. Dalam kasus ‘kognisi yang kolektif’, koherensi ditempa secara utama melalui pembagian persepsi ‘learning fronts’ dalam Tabel 9.1., menghasilkan tindakan yang benar-benar ‘kolektif’.
Kata ‘sosial’ dalam ‘pembelajaran sosial’ memiliki beberapa konotasi yang mengacu kepada:
• Topik yang akan dipelajari, seperti perspektif dan kepentingan stakeholder lainnya, dunia sosial, susunan/perencanaan sosial (sebagaimana direfleksikan dalam ‘learning fronts’ yang beragam; lihat tabel 9.1.
• Metode yang dapat menstimulasi pembelajaran sosial; sering kali istilah ‘pembelajaran sosial’ membawa konotasi metodologi ‘pembelajaran dalam sebuah kelompok atau podium’ .
• Sifat sosio-politik proses pembelajaran; di sini istilah ‘sosial’ mengacu kepada poin bahwa pengetahuan dan persepsi cenderung untuk dibentuk secara sosial (lihat Leeuwis, 2001), yang mengimplikasikan bahwa pembelajaran tidak bisa dianggap sebagai proses netral.
Masing-masing konotasi di atas didiskusuikan dalam buku ini. Pada bab ini, kami menghadirkan beberapa wawasan tambahan menuju pembelajaran manusiawi, dan mengindikasikan implikasi apa saja yang mereka punya untuk para praktisi yang berusaha untuk meningkatkan proses ini. Karenanya, kami berbicara tentang pembelajaran secara umum, dan tidak banyak membedakan antara jenis-jenis kognisi yang berbeda dan/atau jika ini dipakai dalam sebuah setting pembelajaran individual atau kelompok.
Disarikan dari buku:
Communication for Rural Innovation: Rethinking Agricultural Extension. Chapter 9.
Cees Leeuwis, 2003
Pembelajaran- adalah bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Kita semua bertindak dan menerima umpan-balik dari lingkungan kita, yang pada gilirannya akan membimbing kita untuk mengadaptasi kognisi kita. Ini merupakan bentuk pembelajaran –yang dibedakan dari kegiatan pendidikan terpisah dan pengajaran- yang sangat krusial dalam konteks pendidikan orang dewasa (lihat juga Jarvis, 1987; Blum, 1996; Merriam & Caffarella, 1999) dan intervensi komunikasi. Mungkin berguna untuk diingat di sini bahwa, dalam proses perubahan dan inovasi, pembelajaran muncul dan/atau dituntut dalam berbagai ‘bidang (fronts)’
Untuk mencapai tujuan inovasi secara nyata, jelas bahwa ‘pembelajaran individual’ saja tidak cukup, tetapi diperlukan pembelajaran yang simultan dari para stakeholder yang saling terkait; karenanya, dalam rangka mencapai praktik yang koheren, semua pemangku kepentingan perlu mengembangkan kerjasama untuk saling melengkapi dan berbagi pemahaman mengenai ‘learning fronts’ sebagai dasar tindakan yang terkoordinasi secara efektif. Untuk ini, beberapa penulis telah mengistilahkannya dengan menggunakan terminologi ‘pembelajaran sosial’ (Dunn, 1971; Friedmann, 1984; Roling, 2002; Woodhill, 2002). Rolling (2002) menjelaskan ‘pembelajaran sosial’ sebagai sebuah mekanisme untuk mencapai masa depan yang diharapkan, dan sebagai sebuah ‘cara ketiga untuk menyelesaikan sesuatu’ yang berdiri secara kontras tajam terhadap instrumen mode pemikiran (Lihat Bab 4) yang mendasari intervensi teknologi konvensional dan ekonomi neo-klasik (Leeuwis & Pyburn, 2002; Roling, 2002). Lebih spesifik lagi, Rolling mendefinisikan pembelajaran sosial sebagai ‘pergeseran dari kognisi beragam kepada kognisi yang kolektif atau terdistribusi’. Dalam kasus ‘kognisi yang kolektif’, koherensi ditempa secara utama melalui pembagian persepsi ‘learning fronts’ dalam Tabel 9.1., menghasilkan tindakan yang benar-benar ‘kolektif’.
Kata ‘sosial’ dalam ‘pembelajaran sosial’ memiliki beberapa konotasi yang mengacu kepada:
• Topik yang akan dipelajari, seperti perspektif dan kepentingan stakeholder lainnya, dunia sosial, susunan/perencanaan sosial (sebagaimana direfleksikan dalam ‘learning fronts’ yang beragam; lihat tabel 9.1.
• Metode yang dapat menstimulasi pembelajaran sosial; sering kali istilah ‘pembelajaran sosial’ membawa konotasi metodologi ‘pembelajaran dalam sebuah kelompok atau podium’ .
• Sifat sosio-politik proses pembelajaran; di sini istilah ‘sosial’ mengacu kepada poin bahwa pengetahuan dan persepsi cenderung untuk dibentuk secara sosial (lihat Leeuwis, 2001), yang mengimplikasikan bahwa pembelajaran tidak bisa dianggap sebagai proses netral.
Masing-masing konotasi di atas didiskusuikan dalam buku ini. Pada bab ini, kami menghadirkan beberapa wawasan tambahan menuju pembelajaran manusiawi, dan mengindikasikan implikasi apa saja yang mereka punya untuk para praktisi yang berusaha untuk meningkatkan proses ini. Karenanya, kami berbicara tentang pembelajaran secara umum, dan tidak banyak membedakan antara jenis-jenis kognisi yang berbeda dan/atau jika ini dipakai dalam sebuah setting pembelajaran individual atau kelompok.
Makna dan Konsep Penyuluhan Pembangunan
Oleh: Santi Utami Dewi
Jika melihat dari sejarah, maka penyuluhan itu berawal dari suatu sistem pertukaran informasi mengenai pertanian (agricultural information exchange) yang bertujuan untuk meningkatkan hasil pertanian itu sendiri. Hal ini sudah dilakukan oleh Mesir kuno, Mesopotamia, dan Yunani (Leeuwis, 2004:22). Dalam bahasa Inggris, istilah penyuluhan menggunakan istilah “extention”. Penggunaan istilah ini berawal dari “university extension” atau “extension of the university” yang merupakan kegiatan staf pengajar dari universitas untuk menyebarkan informasi dan ilmu pengetahuan tentang pertanian kepada masyarakat non-universitas (Leeuwis, 2004:22).
Penggunaan extension akhirnya lebih lazim digunakan terutama untuk penyuluhan pertanian (agricultural extension). Karena penggunaannya berkembang ke bidang-bidang lain keluarlah istilah “Extension Education”, “Development Communication” atau “Development Extension” (Penyuluhan Pembangunan). (Hafsah, 2009:44)
Di Indonesia, dengan istilah “penyuluhan”, berasal dari akar kata “suluh” yang berarti obor (torch). Istilah ini sejalan dengan istilah yang digunakan Belanda yaitu voorlichting, yang berarti “menerangi jalan di depan agar orang dapat menemukan jalannya sendiri”, sama seperti fungsi obor. Atau dengan kata lain, penyuluhan adalah upaya untuk membantu orang menemukan jalan keluar atas persoalan yang dihadapi (enlightenment). (Leeuwis, 2004:23)
Jika melihat dari sejarah, maka penyuluhan itu berawal dari suatu sistem pertukaran informasi mengenai pertanian (agricultural information exchange) yang bertujuan untuk meningkatkan hasil pertanian itu sendiri. Hal ini sudah dilakukan oleh Mesir kuno, Mesopotamia, dan Yunani (Leeuwis, 2004:22). Dalam bahasa Inggris, istilah penyuluhan menggunakan istilah “extention”. Penggunaan istilah ini berawal dari “university extension” atau “extension of the university” yang merupakan kegiatan staf pengajar dari universitas untuk menyebarkan informasi dan ilmu pengetahuan tentang pertanian kepada masyarakat non-universitas (Leeuwis, 2004:22).
Penggunaan extension akhirnya lebih lazim digunakan terutama untuk penyuluhan pertanian (agricultural extension). Karena penggunaannya berkembang ke bidang-bidang lain keluarlah istilah “Extension Education”, “Development Communication” atau “Development Extension” (Penyuluhan Pembangunan). (Hafsah, 2009:44)
Di Indonesia, dengan istilah “penyuluhan”, berasal dari akar kata “suluh” yang berarti obor (torch). Istilah ini sejalan dengan istilah yang digunakan Belanda yaitu voorlichting, yang berarti “menerangi jalan di depan agar orang dapat menemukan jalannya sendiri”, sama seperti fungsi obor. Atau dengan kata lain, penyuluhan adalah upaya untuk membantu orang menemukan jalan keluar atas persoalan yang dihadapi (enlightenment). (Leeuwis, 2004:23)
Langganan:
Postingan (Atom)